Agama Islam, yang mengandung
jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat
manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasardasar dan
perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran adalah sumber utama dan mata
air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian
pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai
sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah berfirman,
"Kami
menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)
Adalah amat jelas bahwa
dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok akidah
keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan. Kami tidak
perlu menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup luas ini.
Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti tentang pokok-pokok
permasalahan berikut dapat menjelaskan kepada kita universalitas kandungan
Al-Quran mengenai jalan hidup yang harus ditempuh manusia.
Pertama, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan
pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan merupakan suatu wama khusus
di antara warnawama kehidupan yang diinginkan oleh manusia, yang di naungannya
ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesentosaan dan
lain-lain.
Jarang kita lihat orang
yang, dengan perbuatan mereka sendiri, memalingkan muka dari kebahagiaan dan
kesenangan - seperti melakukan bunuh diri, melukai badan dan menyakiti anggota
tubuhnya dan beberapa latihan (riyadhah) berat yang tidak diajarkan
agama - dengan alasan berpaling dari dunia, dan perbuatanperbuatan lain yang
menyebabkan seseorang kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan
hidup. Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa - sebagai akibat
dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa kebahagiaan terdapat dalam
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kebahagiaan. Sebagai contoh,
seseorang mengalami kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh
diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam kematian. Atau,
sebagian orang menjauhi dunia, menjalani bermacam latihan badan dan mengharamkan
kesenangan materiil untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup
dalam kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian, usaha yang
dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan kebahagiaan yang diidam-idamkan yang
ia berusaha mewujudkan dan memperolehnya.
Memang, jalan yang ditempuh
untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Sebagian menempuh jalan yang masuk
akal, yang diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh syariat, sedang sebagian
yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga terperosok ke dalam belantara
kesesatan dan menyimpang dad jalan kebenaran.
Kedua,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam
suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran
yang tak dapat diingkari, dalam segala keadaan, mengingat begitu jelas dan
gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal
hanya melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya. Perbuatannya itu berdasarkan
kehendak jiwa yang diketahuinya dengan jelas. Di segi yang lain, ia hanya
melakukan apa pun demi dirinya sendiri. Yakni, ia merasakan adanya
tuntutan-tuntutan hidup yang harus dipenuhinya, kemudian berbuat untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan itu untuk dirinya sendiri. Karenanya, antara semua
perbuatannya itu ada suatu tali kuat yang menghubungkan sebagiannya dengan yang
lain.
Sesungguhnya makan dan
minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan
ini dan perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa
keadaan, merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan yang lain, tidak
merupakan keharusan - yakni, bermanfaat baginya pada suatu saat, dan
membahayakan pada saat yang lain. Semua yang dilakukan manusia itu bersumber
dari suatu hukum yang ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia
terapkan bagian-bagiannya pada perbuatan dan
pekerjaan-pekerjaannya.
Seseorang, dalam
perbuatan-perbuatan individualnya, menyerupai suatu pemerintahan lengkap, yang
memiliki hukum, kebiasaan dan tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam
pemerintahan itu terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan
hukum-hukum itu, kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan sosial yang
dilakukan dalam suatu masyarakat menyerupai perbuatan individual, sehingga
padanya berlaku seperangkat hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian
besar individu masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan
ikatan sosial mereka pun terpecah.
Memang, corak masyarakat, di
bawah pengaruh hukum-hukum yang berlaku dan dominan di dalamnya, berbeda-beda.
Seandainya masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di dalamnya berlaku
ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila tidak bercorak
mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka perbuatan-perbuatan masyarakatitu bercorak
hukum kebudayaan tersebut. Adapun jika masyarakat itu liar dan tidak mempunyai
kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan hukumhukum individual yang
sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang dihasilkan oleh adanya perbauran berbagai
kepercayaan dan tata pergaulan yang kacau.
Kalau begitu, maka manusia,
dalam perbuatan-perbuatan individual dan sosialnya, harus memiliki tujuan
tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu, ia harus
melakukan perbuatan-perbuatannya
menurut hukum dan tata cara tertentu yang ditetapkan oleh agama atau masyarakat,
atau yang lainnya. Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia
mengatakan,
"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan." (QS 2:
148)
Kata ad-din (agama), menurut kebiasaan
Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang yang beriman dan yang kafir -
sampaisampai yang tidak mengakui keberadaan Allah sekalipun – pasti memiliki
suatu agama, karena setiap orang mengikuti hukumhukum tertentu dalam
perbuatan-perbuatannya, dan hukumhukum itu disandarkan kepada Nabi dan wahyu,
atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Tentang musuh-musuh agama
Allah, Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. " (QS 7:45)1)
Ketiga, jalan hidup terbaik dan
terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan
emosi-emosi dan dorongan-dorongan individual atau sosial.
Apabila kita mengamati
secara teliti setiap bagian alam, akan kita ketahui bahwa ia memiliki tujuan
tertentu, yang sejak hari pertama kejadiannya ia mengarah ke tujuan itu melalui
jalan yang terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam ini, baik yang
bernyawa maupun yang tidak.
Sebagai contoh adalah biji
gandum. Sejak hari pertama diletakkan dalam tanah, ia berjalan dalam proses
penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang
lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan sarana-sarana
khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam proses
penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap unsur-unsur yang ada di dalam tanah,
udara dan lain-lainnya dengan kadar tertentu: Lalu ia merekah, menghijau dan
tumbuh hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai
terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir terdapat banyak biji
gandum. Pada saat itulah biji pertama yang disemaikan di bumi benar-benar telah
mencapai tujuan yang diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju. Demikian
pula pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui bahwa pohon
itu juga berjalan menuju suatu tujuan tertentu sejak hari pertama kejadiannya.
Dan untuk mencapai tujuan itu ia dibekali alat-alat tertentu yang sesuai dengan
proses penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya ia tidak
menempuh perjalanan yang ditempuh olch gandum, sebagaimana gandum - dalam
tingkat-tingkat penyempurnaannya - tidak berproses sebagaimana prosesnya pohon
kenari. Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya sendiri
yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.
Semua yang kita saksikan di
dalam alam ini mengikuti kaidah yang berlaku ini, dan tidak ada bukti pasti
bahwa manusia menyimpang dari kaidah itu dalam perjalanan alamiahnya menuju
tujuan yang ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk mencapainya. Bahkan
bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti terkuat bahwa dia
adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki tujuan tertentu yang
menjamin kebahagiaannya, dan dia telah dilengkapi dengan sarana-sarana untuk
mencapainya.
Jadi, fitrah manusia -
bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah merupakan sebagian darinya -
menuntunnya ke arah kebahagiaan hakiki. Fitrah itu mengilhami hukum-hukum
terpenting, terbaik dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah
berfirman:
"Musa
berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk'." (QS 20:50)
"Yang
menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)Nya. Yang memberikan ketentuan dan
petunjuk."
(QS 87:2-3)
"Demi
jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah memberitahukan kefasikan dan
ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya." (QS
91:7-10)
"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapilah fitrah
Allah yang la telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. ltulah agama yang lurus. " (QS
30:30)
"Sesungguhnya agama yang diterima Allah adalah lslam. (QS 3:19)
"Barangsiapa rnencari agarna selain lslarn, maka tidak akan
diterima. " (QS 3:85)
Kesimpulan dati ayat-ayat
ini dan ayat-ayat lain yang berkandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara
ringkas, adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk manusia -
kepada tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan tujuan diciptakannya mereka.
Dan jalan yang benar bagi manusia ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn
perbuatan-perbuatannya manusia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan
sosial yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta mengikuti
hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya. Konsekuensi dari agama fitrah
(alamiah) adalah manusia tidak boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan
kepadanya. Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan
secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya seimbang, dan agar
satu potensi tidak mematikan potensi yang lain.
Selanjutnya manusia harus
dikuasai oleh akal sehat yang jauh dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan
diri yang bersumber dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai
masyarakat haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat baginya, bukan
orang kuat yang sewenang-wenang dan mengikuti hawa nafsu dan
keinginan-keinginannya. Bukan pula mayoritas yang menyimpang dari kebenaran dan
kemaslahatan umum.
Pembahasan di atas juga
menunjukkan hahwa yang berhak membuat dan memberlakukan hukum hanyalah Allah
saja, dan tak seorang pun berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan
segala perkara, karena pembahasan di atas menunjukkan bahwa jalan hidup dan
hukum yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya adalah yang diilhami
fitrahnya. Yakni hukum dan jalan hidup yang dituntut oleh sebab-sebab dan
faktor-faktor batiniah dan lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai
dengan kehendak Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa
Allah telah menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan faktor-faktor yang
mengakibatkan adanya perundanq-undangan dan jalan hidup.
Kadang-kadang, sebab-sebab
dan faktor-faktor itu mengambil bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu
proses, seperti peristiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq
dinamakan kemauan alam (iradah
takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi dilakukan secara bebas
dan berdasarkan kehendak, seperti makan, minum dan lain-lain, yang dalam hal ini
kehendak diatur oleh hukum Allah (iradah
tasyri'iah). Allah berfirman:
"Tidak ada hukum selain milik Allah." (QS 12:40 dan
67)