Para ulama menyebutkan bahwa kaifiat mandi junub ada 2 cara:
1. Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam
mandi junub.
2. Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan
rukun dalam mandi junub.
Kaifiat mandi yang mujzi’:
1. Niat.
2. Mencuci dari kotoran yang menimpa atau najis –kalau ada-.
3. Menyiram kepala sampai ke dasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air.
Ada beberapa dalil yang menunjukkan cara ini, diantaranya:
1. Firman Allah Ta’ala, “Dan kalau kalian junub maka bersucilah.” (QS.
Al-Maidah: 6)
Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28), “Bagaimanapun caranya dia
bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan
padanya.”
2. Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah -shalllallahu alaihi
wasallam-, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mempunyai
gulungan rambut yang tebal, apakah saya harus membukanya saat mandi junub?”
beliau menjawab, “Tidak perlu, yang wajib atas kamu hanyalah menuangkan air
di atas kepalamu sebanyak tiga kali tuangan kemudian kamu menuangkan air ke
seluruh tubuhmu. Maka dengan itu kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 742 dan
selainnya)
3. Hadits Imran bin Hushain yang panjang dalam Ash-Shahihain, dia berkata, “Dan
yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang
terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda: Pergilah dan tuangkan air itu ke
seluruh tubuhmu.” (Lihat Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/424).
Kami katakan: Bagi mereka yang kekurangan air atau yang tidak punya banyak
waktu untuk mandi -karena harus segera shalat atau selainnya-, maka hendaknya
mereka cukup mengerjakan kaifiat ini karena ini adalah ukuran minimal syahnya
mandi.
Kaifiat mandi sempurna:
Sifat mandi yang sempurna ada dua cara, disebutkan dalam hadits Aisyah dan
Maimunah yang keduanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Berikut
penyebutannya:
A. Cara mandi junub yang pertama:
Aisyah berkata, “Sesungguhnya kebiasaan Nabi -shallallahu alaihi wasallam-
kalau beliau mandi junub adalah: Beliau mulai dengan mencuci kedua (telapak)
tangannya, kemudian beliau berwudhu (sempurna) seperti wudhu beliau kalau mau
shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke
dasar-dasar rambutnya, sampai tatkala beliau merasa air sudah membasahi semua
bagian kulit kepalanya, beliau menyiram kepalanya dengan air sebanyak tiga kali
tuangan, kemudian beliau menyiram seluruh bagian tubuh yang lainnya.” (HR.
Al-Bukhari no. 248, 272 dan Muslim no. 316)
Kesimpulan cara yang pertama adalah:
1. Mencuci kedua telapak tangan tanpa ada pembatasan jumlah.
2. Berwudhu sempurna, dari mencuci telapak tangan sampai mencuci kaki. Jadi
telapak tangannya kembali dicuci, berdasarkan lahiriah hadits.
3. Setelah berwudhu sempurna, beliau mengambil air dengan kedua telapak tangan
beliau lalu menyiramkannya ke kepala seraya memasukkan jari jemari beliau ke
bagian dalam rambut agar seluruh bagian rambut dan kulit kepala terkena air.
4. Setelah yakin seluruh bagian kulit kepala telah terkena air, beliau
menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan.
5. Kemudian yang terakhir beliau menyiram seluruh tubuhnya yang belum terkena
air.
B. Cara mandi junub yang kedua:
Ini disebutkan dalam hadits Maimunah, istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam-.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 259, 265, 266, 274, 276, 281 dan berikut
lafazh gabungan seluruh riwayatnya:
Maimunah berkata, “Saya meletakkan air yang akan digunakan oleh Nabi -shallallahu
alaihi wasallam- untuk mandi lalu menghijabi beliau dengan kain. Maka beliau
menuangkan air ke kedua (telapak) tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua
kali atau tiga kali, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya ke
tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya dan bagian yang terkena kotoran,
kemudian beliau menggosokkan tangannya ke lantai atau ke dinding sebanyak dua
kali atau tiga kali. Kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam
hidung, kemudian beliau mencuci wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai
siku), kemudian beliau menyiram kepalanya sebanyak tiga kali kemudian
menuangkan air ke seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya
lalu mencuci kedua kakinya.” Maimunah berkata, “Lalu saya membawakan sepotong
kain kepada beliau (sebagai handuk) tapi beliau tidak menghendakinya lalu
beliau mengusap air dari badannya dengan tangannya.” (Diriwayatkan juga
yang semisalnya oleh Muslim no. 723)
Kesimpulan cara yang kedua:
1. Menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua
atau tiga kali.
2. Mengambil air dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya,
lalu beliau mencuci kemaluannya dengan tangan kirinya dan juga mencuci bagian
tubuh yang terkena kotoran (madzi atau mani).
3. Menggosokkan tangan kirinya itu ke lantai atau dinding atau tanah untuk
membersihkannya, sebanyak dua atau tiga kali.
4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya.
5. Mencuci wajah lalu mencuci kedua tangan sampai ke siku.
6. Lalu menyiram kepala sebanyak tiga kali siraman.
7. Menyiram seluruh bagian tubuh yang belum terkena air.
8. Bergeser dari tempatnya berdiri lalu mencuci kedua kaki.
Inilah dua kaifiat mandi junub sempurna yang setiap muslim hendaknya
mengerjakan keduanya secara bergantian pada waktu yang berbeda, terkadang mandi
junub dengan kaifiat Aisyah dan pada kesempatan lain dengan kaifiat Maimunah,
wallahu a’lam.
Berikut beberapa permasalahan dalam mandi junub yang tidak tersebut pada
kedua hadits di atas:
1. Wajibnya niat dan tempatnya didalam hati.
Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana dalam hadits
Umar bin Al-Khaththab yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan -syah atau
tidaknya- tergantung dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1 dan 54 dan
Muslim no. 1907)
2. Hukum membaca basmalah.
Tidak disebutkan dalam satu nash pun adanya bacaan basamalah dalam mandi junub,
karenanya kami berpendapat tidak adanya bacaan basmalah di awal mandi junub.
Kecuali kalau dia membaca bismillah untuk gerakan wudhu yang ada di
tengah-tengah kaifiat mandi, maka itu kembalinya kepada hukum membaca basmalah
di awal wudhu. Dan telah kami bahas pada beberapa edisi yang telah berlalu
bahwa hukumnya adalah sunnah.
3. Diharamkan seorang yang mandi junub untuk menceburkan dirinya ke dalam air
yang diam seperti kolam dan sejenisnya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah secara
marfu, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di dalam air yang
diam sementara dia junub.” (HR. Muslim no. 283)
4. Disunnahkan untuk memulai dengan anggota tubuh bagian kanan. Aisyah berkata,
“Kami (istri-istri Nabi) jika salah seorang di antara kami junub, maka dia
mengambil air dengan kedua tangannya lalu meletakkannya di atas kepalanya.
Salah satu tangannya menuangkan air ke bagian kepalanya yang kanan dan
tangannya yang lainnya di atas bagian kepalanya yang kiri. Dia melakukan itu
sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 277)
5. Bagi yang mengikat rambutnya, apakah dia wajib melepaskan ikatannya?
Imam Al-Baghawi berkata -tentang hadits Ummu Salamah yang telah berlalu di awal
pembahasan- dalam kitab Syarh Sunnah (2/18), “Hadits inilah yang diamalkan di
kalangan semua ahli ilmi, bahwasanya membuka kepang rambut tidak wajib pada
mandi junub selama air bisa masuk ke dasar rambutnya.”
Kami katakan: Kalau tidak bisa masuk maka wajib membukan ikatan rambutnya.
6. Bolehkah memakai handuk setelah mandi junub?
Wallahu a’lam, lahiriah hadits Maimunah di atas dimana Nabi -shallallahu alaihi
wasallam- menolak handuk yang diberikan oleh Maimunah, menunjukkan
disunnahkannya untuk tidak membasuh badan dengan kain akan tetapi dengan
tangan. Walaupun hukum asalnya adalah boleh membasuh tubuh dengan kain setelah
mandi, hanya saja yang kita bicarakan adalah mana yang lebih utama.
7. Setelah mandi junub, seseorang boleh langsung shalat tanpa berwudhu kembali
karena mandi junub sudah mencukupi dari wudhu. Hal ini berdasarkan hadits
Aisyah, “Adalah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak berwudhu lagi
setelah mandi.” (HR. Abu Daud no. 172)
Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny 1/289, “Mandi (junub) dijadikan sebagai
akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib
untuk tidak terlarang dari sholat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu,
dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk
(terwakili) ke dalam yang besar sebagaiamana halnya umrah di dalam haji.”
8. Tidak boleh menggabungkan antara mandi junub dengan mandi haid, karena kedua
jenis mandi ini telah tegak dalil yang menerangkan wajibnya untuk mengerjakan
masing-masing darinya secara tersendiri, karenanya tidak boleh disatukan pada
satu mandi. Lihat pembasan masalah ini dalam Tamamul Minnah hal. 126,
Al-Muhalla (2/42-47)
Adapun mandi junub dengan mandi jumat, maka boleh digabungkan. Berdasarkan
hadits Aisyah secara marfu’, “Barangsiapa yang mandi pada hari jumat maka
hendaknya dia mandi dengan cara mandi junub.” (HR. Ahmad)
Para ulama menerangkan bahwa pengamalan hadits di atas bisa dengan dua cara:
a. Apakah dia sengaja membuat dirinya junub yaitu dengan berhubungan dengan
istrinya pada hari jumat, agar dia bisa mandi junub pada hari itu.
b. Ataukah dia mandi jumat dengan kaifiat mandi junub, walaupun dia tidak dalam
keadaan junub, wallahu a’lam.
9. Dimakruhkan untuk berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air, baik dalam
wudhu maupun dalam mandi junub. Ini berdasarkan dalil umum yang melarang untuk
tabdzir (boros) dan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.
10. Cara mandi bersih dari haid/nifas sama dengan mandi junub kecuali dalam dua
hal:
a. Disunnahkan setelah mandi untuk menggosok kemaluan dan yang bagian terkena
darah dengan kapas atau yang semacamnya yang telah diolesi dengan minyak wangi.
Ini untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara
kalian (wanita haid) mengambil air yang dicampur dengan daun bidara lalu dia
bersuci dan memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas
kepalanya seraya menggosoknya dengan gosokan yang kuat sampai air masuk ke akar-akar
rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Kemudian dia
mengambil secarik kain yang telah dibaluri dengan minyak misk lalu dia
berbersih darinya.” Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas
darah.” (HR. Muslim no. 332 dari Aisyah)
b. Disunnahkan mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana dalam hadits di
atas.
Wallahu a’lam bishshawab