Pembicaraan tentang
kodifikasi (penyusunan) Al-Quran harus dilakukan dalam dua
tahap:
1. Al-Quran sebelum wafat
Rasulullah
Al-Quran diturunkan ayat
demi ayat dan surat demi surat. Karena kefasihan dan keindahan bahasanya luar
biasa, ia tersebar dengan cepat dan menakjubkan. Orang-orang Arab, yang sangat
menggandrungi kefasihan dan keindahan bahasa, tertarik kepadanya, sehingga dari
tempat-tempat yang jauh mereka datang untuk mendengarkan beberapa ayat dari
bibir Nabi Muhammad s.a.w. Para pembesar Makkah dan kalangan berpengaruh suku
Quraisy adalah penyembah-penyembah berhala dan musuh-musuh Islam. Mereka
berupaya keras menjauhkan orang ramai dari Nabi, dan tidak memberi kesempatan
untuk mendengarkan Al-Quran, dengan alasan bahwa Al-Quran itu adalah sihir yang
dilontarkan kepada mereka. Meskipun demikian, secara sembunyi-sembunyi dalam
malam-malam yang gelap, mereka datang mendekati rumah Nabi untuk mendengarkan
ayat-ayat Al-Quran yang sedang beliau baca.
Kaum Muslimin juga
bersungguh-sungguh dalam menghapal dan mempelajari Al-Quran, karena Nabi s.a.w.
diperintahkan untuk mengajarkan Al-Quran kepada mereka (QS 16:44), dan karena
mereka berkeyakinan bahwa Al-Quran adalah firman Allah dan merupakan sandaran
pertama bagi keimanan-keimanan keagamaan, dan sebab dalam salat mereka
diwajibkan untuk membaca surat al-Fatihah dan surat yang
lain.
Setelah Nabi Muhammad s.a.w.
hijrah ke Madinah, dan urusan kaum Muslimin menjadi teratur, beliau
memerintahkan kepada sekelompok sahabatnya untuk memperhatikan keadaan AI-Quran,
mengajarkan, mempelajari dan menyebarkannya. Wahyu itu dicatat hari demi hari
sehingga tidak musnah, dan
mereka dibebaskan dari wajib militer, seperti ditegaskan dalam Al-Quran (QS 9:
122).
Mengingat kenyataan bahwa
sebagian besar sahabat buta huruf, tidak mengetahui tulis-baca, maka Rasulullah
memanfaatkan para tawanan Yahudi. Beliau memerintahkan kepada setiap tawanan itu untuk mengajar
beberapa orang sahabat. Dengan cara inilah maka sekelompok sahabat menjadi
mengetahui tulis-baca.
Dalam kelompok itu terdapat
beberapa sahabat yang tekun membaca Al-Quran, menghapal dan memelihara
surat-surat dan ayat-ayatnya. Mereka inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan al-qurra’. Ketika pecah perang Bir
Ma'unahempat puluh atau tujuh puluh al-qurra’ gugur.7) Ayat-ayat yang diturunkan
secara bertahap, ditulis pada papan-papan, kulit domba atau pelepah kurma, dan
dihapal.
Tidak dapat diragukan dan
diingkari bahwa sebagian besar surat Al-Quran tersebar luas melalui para sahabat
sebelum Rasulullah wafat. Nama-nama dari kebanyakan surat itu telah disebutkan
dalam banyak hadis yang diriwayatkan oleh golongan Syi'ah maupun Ahlus Sunnah.
Hadis-hadis itu menjelaskan bagaimana Nabi menyampaikan dakwah Islam, bagaimana
beliau melakukan salat dan membaca Al-Quran. Demikian pula, dalam beberapa hadis
kita menemukan nama-nama tertentu surat-surat Al-Quran sebelum Rasulullah wafat,
seperti at-Thawal, al-Ma'in, al-Matsani dan al-Mafshalat.
2. Sesudah Rasulullah wafat
Sesudah Rasulullah wafat,
Ali - yang oleh Nabi dikukuhkan sebagai orang yang paling tahu tentang Al-Quran
- diam di rumahnya untuk menghimpun Al-Quran dalam satu mushaf menurut urutan
turunnya.8) Dan belum enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah, dia telah merampungkan penghimpunan itu dan mengusungnya ke
atas punggung unta.9)
Satu tahun sesudah
Rasulullah wafat,10) pecah perang Yamamah yang
merenggut korban tujuh puluh orang qurra’. Pada waktu itu khalifah berpikir
untuk menghimpun surat-surat dan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf, karena
khawatir akan terjadi perang lagi serta khawatir akan punahnya para qurra’ dan hilangnya Al-Quran karena
kematian mereka. Khalifah memerintahkan kepada sekelompok qurra` sahabat di
bawah pimpinan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran. Mereka menghimpun dari
papan-papan, pelepah-pelepah kurma, dan kulit-kulit domba yang terdapat di rumah
Nabi yang ditulis oleh para penulis wahyu, dan tulisan-tulisan yang ada pada
sahabat-sahabat yang lain. Setelah menyelesaikan penghimpunan itu, mereka
menyalin beberapa naskah dan dibagikan ke beberapa negeri
Islam.
Sesudah khalifah ketiga
mengetahui bahwa Al-Quran terancam perubahan dan penggantian akibat sikap
mempermudah dalam menyalin dan memeliharanya, dia memcrintahkan untuk mengambil
mus-haf yang disimpan oleh Hafsah, yakni naskah pertama di antara naskah-naskah
khalifah pertama, dan memerintahkan kepada lima orang sahabat, yang di antaranya
Zaid bin Tsabit, untuk menyalin mus-haf tersebut. Khalifah ketiga juga
memerintahkan agar semua naskah yang terdapat di negeri-negeri Islam dikumpulkan
dan dikirimkan ke Madinah, kemudian dibakar.11)
Mereka menulis lima naskah
Al-Quran. Satu naskah ditinggal di Madinah dan empat yang lainnya dibagi-bagikan
ke Makkah, Suriah, Kufah dan Basrah. Masing-masing satu buah. Ada yang
mengatakan bahwa selain lima naskah ini, ada satu naskah yang dikirimkan ke
Yaman, dan satu lagi ke Bahrain. Naskah inilah yang dikenal dengan scbutan
Mus-haf Imam dan semua naskah AlQuran ditulis menurut salah satu dari kelima
naskah ini. Semua naskah ini dan mus-haf yang ditulis melalui perintah khalifah
pertama tidak berbeda, kecuali dalam satu hal, yaitu bahwa surat al-Bara'ah
dalam mus-haf khalifah pertama diletakkan di antara surat-surat mi'un,*) dan
surat al-Anfal diletakkan di antara suratsurat matsani.**) Sedangkan dalam Mus-haf
Imam, surat al-Anfal dan al-Bara'ah diletakkan di antara surat al-A'raf dan
Yunus.